05 May 2025
Di tengah tekanan kerja, banjir informasi digital, dan kehidupan kota yang serba cepat, banyak anak muda justru mulai memilih gaya hidup yang lebih sederhana dan mendekat ke alam. Tren ini dikenal sebagai gaya hidup minimalis — bukan sekadar soal rumah estetik atau lemari kosong, tetapi sebagai bentuk kesadaran akan apa yang benar-benar dibutuhkan untuk hidup dengan tenang.
Khususnya di kalangan Millennials dan Gen Z, minimalisme bukan hanya tren estetik dari Pinterest atau Instagram, tapi pilihan hidup. Pilihan untuk berhenti mengejar yang “lebih banyak”, dan mulai menghargai yang “lebih bermakna”.
1. Lelah dengan Kejaran Tak Berujung
Banyak orang muda merasa hidup mereka dipenuhi oleh hal-hal yang sebenarnya tak mereka inginkan: belanja yang impulsif, media sosial yang menuntut pembuktian, hingga rutinitas kerja yang membuat burnout. Minimalisme menjadi bentuk perlawanan yang lembut: memilih untuk melepaskan, agar bisa bernapas lebih lega.
Gaya hidup ini mendorong orang untuk memilah ulang apa yang mereka konsumsi — mulai dari barang, makanan, hingga informasi. Prinsipnya sederhana: “lebih sedikit, lebih fokus”.
2. Minimalis Bukan Anti-Kemajuan, Tapi Pro-Kesadaran
Banyak yang salah kaprah mengira minimalisme berarti menolak teknologi atau anti-modernisasi. Padahal, banyak pelaku minimalisme tetap bekerja di sektor digital, tetap pakai gadget, bahkan tetap produktif — hanya saja, mereka menggunakan semua itu secara sadar dan terukur.
Misalnya, dalam dunia kerja dan bisnis, minimalis bisa berarti hanya fokus pada tools yang benar-benar menunjang produktivitas. Perusahaan logistik modern seperti PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) menggunakan pendekatan serupa dalam produknya: lewat mySPIL Reloaded, pengguna bisa mengakses semua kebutuhan logistik dalam satu platform digital yang efisien — tanpa harus berpindah-pindah aplikasi.
Ini mencerminkan prinsip minimalisme: satu sistem terintegrasi untuk banyak kebutuhan, tanpa membuang waktu dan tenaga.
3. Dekat dengan Alam, Dekat dengan Diri Sendiri
Banyak penganut gaya hidup minimalis juga berusaha kembali menyatu dengan alam. Tren seperti urban farming, staycation di pedesaan, hingga aktivitas seperti yoga di taman kota semakin diminati. Bagi mereka, keheningan dan ruang hijau bukan kemewahan, tapi kebutuhan untuk menjaga kewarasan.
4. Menemukan Ulang Definisi “Sukses”
Di era FOMO (fear of missing out), sukses sering didefinisikan sebagai “punya banyak”. Tapi minimalisme mengajak kita mendefinisikan ulang: sukses adalah hidup selaras dengan nilai yang kita percaya. Punya waktu istirahat, bisa memilih pekerjaan yang bermakna, dan punya energi untuk diri sendiri — itu adalah bentuk sukses yang nyata.
Gaya hidup minimalis bukan solusi instan untuk segala masalah, tapi bisa menjadi jalan pulang — menuju hidup yang lebih seimbang, sadar, dan manusiawi. Karena kadang, justru dengan memiliki lebih sedikit, kita bisa merasakan lebih banyak.
Dan di dunia yang terus mendorong kita untuk lebih, minimalisme mengajarkan: cukup saja sudah cukup.
Tags