02 May 2025
Budaya selama ini lebih sering dilihat sebagai warisan, identitas, atau ekspresi seni. Namun kini, di tengah tren globalisasi dan perkembangan industri kreatif, budaya mulai bergerak dari sekadar simbol menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang nyata. Konsep ini dikenal sebagai ekonomi budaya — perpaduan antara pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis nilai-nilai lokal.
Indonesia adalah negara dengan kekayaan budaya luar biasa. Setiap daerah memiliki cerita, kerajinan, kuliner, musik, dan gaya hidup unik yang jika dikemas dengan baik, bisa menjadi komoditas bernilai tinggi. Data dari BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) menunjukkan bahwa sektor ekonomi kreatif menyumbang lebih dari 7% terhadap PDB nasional, dengan subsektor unggulan seperti fesyen, kriya, dan kuliner.
Namun, agar ekonomi budaya bisa terus berkembang, dibutuhkan lebih dari sekadar potensi. Kita memerlukan pengembangan SDM yang kreatif, digitalisasi proses produksi, dan sistem distribusi logistik yang efisien.
1. Budaya dan Teknologi Bukan Hal yang Bertentangan
Transformasi digital bukan ancaman bagi budaya — justru bisa menjadi jembatan agar budaya lokal dikenal lebih luas. Misalnya, pelaku UMKM batik atau kerajinan bisa memasarkan produknya lewat e-commerce, memanfaatkan media sosial untuk storytelling, atau mengikuti pelatihan digital branding melalui program kolaborasi kampus dan industri.
Di sinilah pentingnya sinergi antara dunia pendidikan dan industri, seperti yang dijalankan oleh SPIL University. Inisiatif ini memberikan ruang belajar untuk memahami dunia bisnis, logistik, hingga transformasi digital yang relevan untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif.
2. Logistik sebagai Penggerak Ekonomi Budaya
Banyak pelaku budaya menghadapi kendala saat ingin memperluas pasar — terutama soal pengiriman barang dan akses ke infrastruktur logistik. Produk seperti tenun, lukisan, atau rempah-rempah lokal seringkali terkendala distribusinya karena biaya mahal atau akses yang sulit.
PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) hadir sebagai perusahaan logistik yang memahami kebutuhan tersebut. Melalui sistem pengiriman barang online berbasis digital dan jaringan logistik terintegrasi, SPIL dapat mendukung UMKM budaya untuk menembus pasar nasional dan bahkan internasional dengan efisien.
3. Masa Depan Ekonomi Budaya adalah Kolaborasi
Agar ekonomi budaya tumbuh berkelanjutan, kita butuh lebih banyak kolaborasi: antara komunitas lokal dan pemerintah, antara kreator budaya dan investor, serta antara dunia pendidikan dan sektor logistik. Ini adalah jalan menuju kemandirian ekonomi yang berbasis identitas — bukan hanya kuantitas.
Ekonomi budaya adalah cara kita melestarikan warisan sekaligus menciptakan peluang ekonomi. Ketika logistik, teknologi, dan pendidikan berjalan bersama, budaya tidak lagi hanya dikenang — tapi dikembangkan dan dijadikan sumber kehidupan.
Karena budaya tak hanya diwariskan, tapi juga diciptakan kembali dengan semangat zaman.
Tags