15 May 2025
Beberapa pekan terakhir, sejumlah kota besar di Indonesia seperti Bali, Jakarta, Surabaya, dan Medan mengalami pemadaman listrik dalam skala luas. Situasi ini tidak hanya mengganggu aktivitas rumah tangga, tetapi juga memberi dampak serius terhadap sektor industri dan logistik. Di tengah ketergantungan pada sistem digital untuk pemesanan, pelacakan, hingga manajemen distribusi barang, pemadaman listrik menjadi ancaman nyata terhadap kelancaran rantai pasok.
Logistik modern tak bisa lagi dipisahkan dari teknologi digital. Hampir seluruh proses pengiriman—mulai dari input data pelanggan, pemindaian barang di gudang, pengaturan jadwal kontainer, hingga pelacakan kapal—bergantung pada jaringan internet dan sistem berbasis cloud. Ketika listrik padam, otomatisasi sistem logistik berpotensi terganggu. Penginputan manual kembali dilakukan, komunikasi antar unit melambat, dan risiko kesalahan data meningkat.
Namun di tengah situasi ini, beberapa perusahaan pelayaran dan logistik tetap mampu menjaga layanan mereka tetap berjalan. PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) adalah salah satunya. Dengan sistem digital terintegrasi yang dirancang untuk menghadapi kondisi tidak ideal, SPIL berhasil mempertahankan operasional logistik tanpa gangguan besar selama pemadaman listrik berlangsung. Ini berkat sistem cadangan (backup) yang diterapkan baik di tingkat server maupun operasional kantor, serta penggunaan teknologi cloud yang memungkinkan akses dari berbagai lokasi secara fleksibel.
SPIL juga memanfaatkan platform mySPIL Reloaded sebagai pusat kendali digital yang dapat diakses oleh pelanggan kapan saja, dari mana saja. Platform ini tidak hanya menyediakan layanan booking dan tracking kontainer secara real-time, tetapi juga memungkinkan pelanggan untuk mengelola pengiriman tanpa perlu interaksi langsung di kantor atau pelabuhan. Ketika sistem offline atau terjadi kendala lokal akibat pemadaman, pelanggan tetap bisa menjalankan bisnis logistiknya dari lokasi lain yang tidak terdampak.
Selain itu, sistem logistik SPIL telah terkoneksi dengan berbagai unit operasional di pelabuhan dan depo yang tersebar di lebih dari 39 kota. Ini menjadikan SPIL memiliki jalur komunikasi dan koordinasi yang tersebar luas, tidak terpusat hanya pada satu titik. Dengan pendekatan ini, potensi kegagalan sistem akibat padamnya listrik di satu kota tidak serta merta melumpuhkan keseluruhan layanan.
Di sisi lain, kondisi ini menjadi pengingat bahwa transformasi digital dalam logistik juga harus diiringi dengan ketahanan sistem dan mitigasi risiko. Ketika perusahaan semakin bergantung pada teknologi, kebutuhan akan sistem cadangan, manajemen risiko bencana, dan infrastruktur digital yang tahan gangguan menjadi mutlak. Dalam hal ini, SPIL menunjukkan contoh baik bagaimana digitalisasi dan kesiapan fisik bisa berjalan beriringan demi menjaga kelancaran pengiriman barang.
Pemadaman listrik bukan hanya persoalan energi, tetapi juga berdampak luas pada kepercayaan pelanggan terhadap layanan logistik. Ketepatan waktu pengiriman, akurasi data muatan, dan komunikasi antar pihak sangat krusial dalam menjaga efisiensi dan kepuasan pelanggan. Ketika satu bagian dari sistem gagal, dampaknya bisa berantai dan merugikan banyak pihak.
Digitalisasi adalah keharusan, tetapi resiliensi digital adalah kebutuhan mendesak. Dengan fondasi teknologi yang kuat dan pendekatan yang tangguh terhadap risiko, SPIL berhasil membuktikan bahwa logistik digital tidak harus rapuh saat infrastruktur kota terganggu.
Tags