03 December 2025
Keselamatan kerja di lingkungan pelayaran dan pelabuhan menjadi salah satu fokus utama industri logistik nasional pada 2025. Tingginya aktivitas bongkar muat, pergerakan alat berat, serta operasi kapal di area dengan risiko tinggi membuat perusahaan pelayaran dan operator pelabuhan memperketat standar keselamatan dengan target jangka panjang menuju zero accident.
Di pelabuhan, aktivitas operasional melibatkan berbagai unsur berisiko: crane, forklift, truk kontainer, hingga pergerakan manusia di area yang sama. Tanpa standar keselamatan yang jelas dan disiplin, potensi kecelakaan kerja sangat besar. Hal ini mendorong implementasi prosedur keselamatan yang lebih ketat dan terukur di seluruh titik operasi.
Perusahaan pelayaran nasional seperti PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) meningkatkan perhatian pada Health, Safety, Security, and Environment (HSSE), baik di atas kapal maupun di area pelabuhan. Standar operasional disusun agar seluruh aktivitas—mulai dari penanganan kontainer, pengikatan muatan (lashing), hingga keluar-masuk kapal—mengikuti prosedur yang aman.
Sejumlah langkah penguatan keselamatan kerja yang kini menjadi fokus industri antara lain:
1. Penerapan SOP yang Lebih Detail di Lapangan
Prosedur kerja standar (SOP) kini tidak hanya tertulis di dokumen, tetapi di-breakdown menjadi langkah-langkah operasional yang mudah dipahami dan dijalankan oleh pekerja lapangan. Setiap aktivitas seperti pengoperasian crane, pergerakan truk di yard, hingga mooring kapal memiliki panduan jelas yang wajib dipatuhi.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Secara Konsisten
Penggunaan helm, rompi reflektif, sepatu safety, sarung tangan, dan perlengkapan lain diawasi lebih ketat. Pengawasan ini bukan hanya untuk pemenuhan regulasi, tetapi untuk memastikan pekerja terlindungi dari risiko jatuh, tertimpa benda, atau terpeleset di area kerja.
3. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi
Pekerja pelabuhan dan awak kapal mengikuti pelatihan berkala mengenai bahaya di lingkungan kerja, prosedur keadaan darurat, dan penanganan insiden. Simulasi evakuasi, kebakaran, tumpahan bahan berbahaya, hingga kondisi cuaca buruk dilakukan secara terjadwal. Program pengembangan internal seperti SPIL University juga berperan dalam penguatan pemahaman keselamatan bagi SDM.
4. Pengawasan Area Kerja Berbasis Teknologi
Beberapa area pelabuhan mulai memanfaatkan CCTV dan sistem monitoring untuk mengawasi pergerakan alat dan pekerja. Data ini membantu manajemen menganalisis pola risiko dan mengambil tindakan korektif, misalnya mengatur ulang jalur pergerakan truk atau menambah rambu peringatan di area kritis.
5. Budaya Laporkan Insiden (Safety Reporting Culture)
Industri pelayaran mendorong budaya di mana setiap insiden, bahkan yang sifatnya near miss, dilaporkan dan dianalisis. Pendekatan ini membantu perusahaan mempelajari potensi bahaya sejak dini dan mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.
Penguatan keselamatan juga berdampak langsung pada keandalan layanan logistik. Operasional yang aman mengurangi risiko gangguan jadwal, kerusakan barang, dan downtime alat. Pada akhirnya, hal ini mendukung kelancaran jalur pelayaran, terutama di rute-rute padat yang menjadi tulang punggung distribusi nasional.
Meski progresnya positif, tantangan tetap hadir. Masih dibutuhkan konsistensi kedisiplinan di lapangan, peningkatan kesadaran individu, serta investasi berkelanjutan pada peralatan dan pelatihan keselamatan. Namun dengan komitmen bersama antara perusahaan pelayaran, operator pelabuhan, dan regulator, standar keselamatan kerja di sektor maritim Indonesia diharapkan terus meningkat.
Tags














